Sudah malam ke berapa aku merindukanmu. Sajak
ini sengaja ku tulis untukmu, tapi mungkin tak akan pernah kau baca,
karena kau sudah sibuk dengan segala aktivitasmu.
Sudah,
aku sudah berusaha menaklukkan jarak di depan mata, yang jelas-jelas
memisahkan kita. Dulu sebelum jarak ikut campur dalam hubungan kita,
bertemu setiap hari adalah kewajiban, kini bertemu hanya sekedar memeluk
saja harus butuh kesabara. Hanya dengan beberapa lembar foto di meja
belajar, menemani dan menyapa ketika rindu itu tiba dengan sesukanya.
Untuk apa pula aku ucap rindu kepadamu? Toh, ucapanku tak berarti lebih
untukmu, hanya sekedar rengekan anak kecil yang ingin meminta mainan.
Sejak
kapan rindu itu meng-enakan? Dari dulu rindu memang menyiksa, apalagi
jarak yang menjadi penyebabnya. Atau malah, rindu yang dianggap hal
sepele, dirindukan tetapi hanya diam.
Memangnya
sejak kapan laki-laki lebih peka dari perempuan? Atau justru sejak kapan
perempuan lebih menang logika dari laki-laki? Hanya sedikit laki-laki
yang tersiksa menahan rindu kepada perempuannya, atau lebih mudahnya
yang sering tersiksa karena rindu adalah perempuan. Perempuan lebih
peka, mereka merasakan dengan hati.
Jika saja kau
mampu melihat seberapa besar rindu ini, mungkin kau tak akan lagi
menganggap remeh ketika aku berucap rindu kepadamu. Ah semoga saja,
suatu saat kamu mampu melihatnya.
0 comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.