Senin, 29 April 2019

I.B.U

Aku kenal seorang Ibu,
Ibu yang belum terlalu lama aku tau,
tapi sayangku padanya mungkin bisa dibilang cukup banyak. Banyak sekali. 

Dia bukan ibu kandungku, tapi perhatiannya, pengertiannya untukku, sangat pantas untuk kuanggap Ibu.

Beliau sangat baik, memasakkanku sarapan setiap kali aku menginap di rumahnya, pernah suatu sore, setelah perjalanan panjang dan macet untuk berkunjung ke rumahnya, ia membelikanku seporsi sate, padahal aku juga tidak meminta atau mengeluh lapar, tapi ia begitu mengerti, aku pasti lelah, aku pasti lapar karena berjam-jam terjebak macet di jalan.

Pernah juga ketika aku berkunjung ke rumahnya dalam keadaan sakit, aku dibuatkan sebuah minuman. Minuman yang biasanya aku hirup wanginya saja tidak suka, tapi karena beliau sudah repot-repot membuatkan, tak apalah aku coba saja pikirku. Tapi begitu kucoba seteguk, ternyata rasanya sangat enak. Berteguk-teguk aku minum sampai habis segelas jahe bakar dengan jeruk nipis. Setelahnya badanku terasa lebih segar.

Atau yang lebih mengharukan, pada hari yang sama aku menginap di rumahnya saat sedang tidak enak badan, tengah malam sekitar pukul setengah 3 pagi aku demam tinggi, semua makanan yang aku telan kumuntahkan. Beliau mengetahui itu, ia langsung naik ke kamar tempat aku menginap, “Sini, tak balur punggungnya, gapapa, ayo.” Antara kaget dan sungkan karena tengah malam begini malah merepotkan, tapi aku hanya bisa menurut saja. Beliau bilang hanya membalur, tapi ternyata ia sudah siap membawa sebuah koin untuk mengerok punggungku. Di tengah malam. Ada perasaan sangat sungkan karena jadi harus merepotkan tapi tidak bisa aku pungkiri kalau aku juga sangat senang.

Beliau orang yang perhatian. Kalau aku pulang larut dari rumahnya, beliau pasti berkali-kali bertanya apa aku sudah sampai rumah? Mungkin beliau khawatir karena seorang wanita menyetir sendiri malam-malam dengan jarak yang jauh.

Aku yang sering sakit-sakitan ini juga selalu ia doakan di setiap sholat 5 waktunya. Ada satu subuh ia habiskan dengan mendoakanku dengan sangat lama, ketika penyakitku tidak kunjung sembuh. Aku senang, sangat senang.

Yang kutau, ia juga seorang Ibu yang pengertian, tidak pernah memaksakan sebuah standar untuk anak-anaknya agar terlihat seragam dengan anak lainnya. Beliau membebaskan anaknya mengerjakan apa yang mereka suka. Tak apa kamu tidak bekerja mengenakan seragam rapi, yang penting kamu bahagia dengan apa yang kamu kerjakan.

Aku menulis ini karena aku rindu, rindu bertemu dengannya, sekedar mengobrol di ruang tamu duduk bersebelah-sebelahan, aku rindu menghirup aroma khas rumahnya, hangat. Nyaman. Yang sangat aku sayangkan, aku belum pernah memeluknya erat. Mungkin kalau kesempatan untuk berkunjung ke rumahnya itu ada, aku akan memeluknya. Sekali saja, tidak apa. Untuk menunjukkan terima kasihku, sudah sangat baik selama ini. Untuk menunjukkan rasa rinduku, karena sudah begitu lama tidak bertemu. Tolong doakan, semoga yang ini dikabulkan ya, Bu.

Untuk ibu berinisial N; Kau sudah kuanggap seperti Ibu. 

- Jombang, 2019

0 comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.