Aku kenal seorang Ibu,
Ibu yang belum terlalu lama aku tau,
tapi
sayangku padanya mungkin bisa dibilang cukup banyak. Banyak sekali.
Dia bukan ibu kandungku, tapi perhatiannya, pengertiannya untukku, sangat pantas untuk kuanggap Ibu.
Beliau sangat baik, memasakkanku sarapan setiap kali aku menginap di
rumahnya, pernah suatu sore, setelah perjalanan panjang dan macet untuk
berkunjung ke rumahnya, ia membelikanku seporsi sate, padahal aku juga
tidak meminta atau mengeluh lapar, tapi ia begitu mengerti, aku pasti
lelah, aku pasti lapar karena berjam-jam terjebak macet di jalan.
Pernah juga ketika aku berkunjung ke rumahnya dalam keadaan sakit, aku
dibuatkan sebuah minuman. Minuman yang biasanya aku hirup wanginya saja
tidak suka, tapi karena beliau sudah repot-repot membuatkan, tak apalah
aku coba saja pikirku. Tapi begitu kucoba seteguk, ternyata rasanya
sangat enak. Berteguk-teguk aku minum sampai habis segelas jahe bakar
dengan jeruk nipis. Setelahnya badanku terasa lebih segar.
Atau yang lebih mengharukan, pada hari yang sama aku menginap di
rumahnya saat sedang tidak enak badan, tengah malam sekitar pukul
setengah 3 pagi aku demam tinggi, semua makanan yang aku telan
kumuntahkan. Beliau mengetahui itu, ia langsung naik ke kamar tempat aku
menginap, “Sini, tak balur punggungnya, gapapa, ayo.” Antara kaget dan
sungkan karena tengah malam begini malah merepotkan, tapi aku hanya
bisa menurut saja. Beliau bilang hanya membalur, tapi ternyata ia sudah
siap membawa sebuah koin untuk mengerok punggungku. Di tengah malam. Ada
perasaan sangat sungkan karena jadi harus merepotkan tapi tidak bisa
aku pungkiri kalau aku juga sangat senang.
Beliau orang yang perhatian. Kalau aku pulang larut dari rumahnya,
beliau pasti berkali-kali bertanya apa aku sudah sampai rumah? Mungkin
beliau khawatir karena seorang wanita menyetir sendiri malam-malam
dengan jarak yang jauh.
Aku yang sering sakit-sakitan ini juga selalu ia doakan di setiap sholat 5
waktunya. Ada satu subuh ia habiskan dengan mendoakanku dengan sangat
lama, ketika penyakitku tidak kunjung sembuh. Aku senang, sangat senang.
Yang kutau, ia juga seorang Ibu yang pengertian, tidak pernah memaksakan
sebuah standar untuk anak-anaknya agar terlihat seragam dengan anak
lainnya. Beliau membebaskan anaknya mengerjakan apa yang mereka suka.
Tak apa kamu tidak bekerja mengenakan seragam rapi, yang penting kamu
bahagia dengan apa yang kamu kerjakan.
Aku menulis ini karena aku rindu, rindu bertemu dengannya, sekedar
mengobrol di ruang tamu duduk bersebelah-sebelahan, aku rindu menghirup aroma khas
rumahnya, hangat. Nyaman. Yang sangat aku sayangkan, aku belum pernah
memeluknya erat. Mungkin kalau kesempatan untuk berkunjung ke rumahnya
itu ada, aku akan memeluknya. Sekali saja, tidak apa. Untuk menunjukkan
terima kasihku, sudah sangat baik selama ini. Untuk menunjukkan rasa
rinduku, karena sudah begitu lama tidak bertemu. Tolong doakan, semoga
yang ini dikabulkan ya, Bu.
Untuk ibu berinisial N; Kau sudah kuanggap seperti Ibu.
- Jombang, 2019
0 comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.