Sabtu, 08 Februari 2025

Diary..

Seringkali kita ingin jujur, tentang semua rasa kelabu yang terasakan; kekecewaan, amarah, perasaan tak nyaman, serta kekesalan.

Namun lebih sering kita dapati seluruh amukan dan bising perasaan itu tertahan—di ruang perasaan.

Kita bergelut dengan perasaan itu sendirian, sampai lelah. Sampai tubuh meresponnya dengan nyeri. Doa sudah di langitkan, namun perasaan kelabu itu tinggal diam, seperti menunggu, entah apa.

Lalu, kita memberanikan diri menaruh kepercayaan pada seseorang, meletakkan rasa percaya yang begitu rapuh itu dengan hati-hati pada dirinya. Berusaha memastikan niat kedatangannya dengan memohon petunjuk Tuhan.

Perasaan hangat itu pun, menyelusup begitu mungil namun teramat pijar dalam relung perasaan; kita menemukan telinga yang sedia mendengar, tangan yang sedia merangkul, sepasang mata yang sedia menatap dengan binar tulus untuk segala bentuk untaian cerita yang kita bagikan. Rasa kelabu dan beban itupun luruh, perlahan-lahan.

Seperti jawaban doa-doa, yang seringnya tergesa-gesa kita panjatkan namun ironisnya kita harap segera terkabul; pada akhirnya menemukan muara jawabnya pada waktu tepat yang begitu rahasia.

— Untuk ribuan senja yang masih jauh dan masih tak nampak di depan sana, semoga tak jemu-jemu kau dengan rangkuman seluruh cerita warna-warniku yang tak selalu cerah dan biru.

— Untuk ribuan tapakan langkah yang entah sejauh apa agar sampai kepada tuju, semoga tak jemu-jemu kita belajar tentang hidup lebih mendalam, mengupas setiap kejadian untuk mendapatkan kebaikan, menelan setiap kepahitan agar menjadi kekuatan dan terus bijaksana untuk saling menyikapi ketidaksempurnaan.

0 comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.